Aji Yulianto
Aku mau share sedikit soal ghibah, belakangan hal ini sering aku lihat dan dengar.

Ghibah atau menggunjing adalah perbuatan yang pada asalnya dilarang oleh Islam, ghibah merupakan dosa besar.

Aku sering mendengar ketika temanku menceritakan keburukan/kejelekan orang lain, bukan cuma mendegar, tapi menyaksikan tulisan yang isinya mengejek orang lain. Karena jaman sekarang ini teknologi udah semakin berkembang, ghibah bisa dilakukan lewat tulisan. Di situs jejaring sosial, sms, blog, forum, email (mailing list), bahkan lewat bahasa tubuh pun bisa.

Kadang ingin sekali mengingatkan bahwa ghibah itu gak baik, tapi takut menyinggung perasaan dan ikut campur urusan orang.

Bahwa ghibah diumpamakan dengan memakan daging bangkai saudaranya sendiri. Tertulis dalam firman Allah:

"Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan prasangka (kecurigaan), karena sebagian dari prasangka itu dosa. dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah sebagian kalian menggunjingkan (ghibah) sebagian yang lain. Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Hujuuraat: 12)

Astaghfirullahal`adziim.. Terkadanag kita berpikir bahwa kita telah berusaha keras untuk menghindari makanan haram, daging babi, alkohol, dll. Tapi dengan "ringan"nya kita seolah memakan daging bangkai saudara kita sendiri.

Pengertian ghibah menurut Rasulullah SAW:

"Tahukah kalian apa itu ghibah?”, Mereka menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu.” Beliau bersabda, “Yaitu engkau menceritakan tentang saudaramu yang membuatnya tidak suka.” Lalu ditanyakan kepada beliau, “Lalu bagaimana apabila pada diri saudara saya itu kenyataannya sebagaimana yang saya ungkapkan?” Maka beliau bersabda, “Apabila cerita yang engkau katakan itu sesuai dengan kenyataan maka engkau telah meng-ghibahinya. Dan apabila ternyata tidak sesuai dengan kenyataan dirinya maka engkau telah berdusta atas namanya (berbuat buhtan).” (HR. Muslim)

Adapun kalau dengan sekedar membatin (dalam hati) belum bisa dikatakan ghibah, meskipun hala ini termasuk prasangka. Seperti disebutkan dalam Surat Al-Hujuuraat ayat 12 di atas, sebaiknya kita hati-hati dalam berprasangka. Karena sebagian prasangka adalah dosa, dalam hal ini adalah prasangka buruk (su`u dzon), dan sebaliknya kita dianjurkan untuk selalu berprasangka yang baik (khusnudzon).


Ghibah yang Dibolehkan


Ghibah itu diHARAMkan, sedikit maupun banyak. Imam Nawawi menjelaskan bahwa ghibah diperbolehkan dengan tujuan yang dibenarkan oleh syariat (hukum/aturan Islam) yang tidak mungkin tujuan itu tercapai kecuali dengan menempuh cara ini, yakni ghibah.

Misalnya kita menceritakan keburukan orang lain tanpa menyebutkan nama orang tersebut, dengan tujuan agar orang yang kita ajak bicara tidak menirukan keburukan orang lain itu. Dengan kata lain untuk menasehati, menjauhi hal-hal yang tidak dianjurkan.

Selebihnya ada 6 poin ghibah yang dibolehkan:

  1. Mengadukan kezaliman orang kepada hakim, raja atau siapa saja yang mempunyai wewenang dan kemampuan untuk menolongnya. Seperti dengan mengatakan: “Si Fulan menganiaya saya dengan cara demikian.”
  2. Meminta bantuan orang demi mengubah kemungkaran dan mengembalikan pelaku maksiat agar kembali kepada kebenaran. Seperti dengan mengatakan: “Si Fulan telah melakukan demikian maka cegahlah dia dari perbuatan itu!” atau ungkapan semisalnya. Tujuan dibalik pengaduan itu adalah demi menghilangkan kemungkaran, kalau dia tidak bermaksud demikian maka hukumnya tetap haram.
  3. Meminta fatwa. Seperti dengan mengatakan kepada seorang mufti (ahli fatwa): “Ayahku menganiayaku.” atau “Saudaraku telah menzalimiku.” Atau “Suamiku telah menzalimiku.” Meskipun tindakan yang lebih baik dan berhati-hati ialah dengan mengatakan: “Bagaimana pendapat anda terhadap orang yang melakukan perbuatan demikian dan demikian (tanpa menyebut namanya)?”
  4. Memperingatkan kaum muslimin dari kejelekan sebagian orang dan dalam rangka menasihati mereka. Seperti mencela para periwayat hadits dan saksi, hal ini diperbolehkan berdasarkan kesepakatan kaum muslimin, bahkan hukumnya wajib karena kebutuhan umat terhadapnya.
  5. Menyebutkan kejelekan pelaku maksiat yang berterang-terangan dalam melakukan dosa atau bid’ahnya, seperti orang yang meminum khamr di depan khalayak, merampas harta secara paksa dan sebagainya, dengan syarat kejelekan yang disebutkan adalah yang terkait dengan kemaksiatannya tersebut dan bukan yang lainnya.
  6. Untuk memperkenalkan jati diri orang. Seperti contohnya apabila ada orang yang lebih populer dengan julukan Al-A’raj (yang pincang), Al-Ashamm (yang tuli), Al-A’ma (yang buta) dan lain sebagainya. Akan tetapi hal ini diharamkan apabila diucapkan dalam konteks penghinaan atau melecehkan. Seandainya ada ungkapan lain yang bisa dipakai untuk memperkenalkannya maka itulah yang lebih utama
Demikian yang ingin aku tuliskan, mudah-mudahan bermanfaat.

Mari kita sama-sama berdoa agar lebih dapat menjaga lisan dan hati kita. Amiien yaa Rabbal `Alamiin.!!



Referensi: ~Kajian Muslimah
~Muslim.or.id
~Angie El Bakhrie
Labels: , edit post
0 Responses