Aji Yulianto
Selasa, 30 /03 / 2010 10 :11 WIB


Elvan Dany Sutrisno : detikNews detikcom - Jakarta,

Predikat lahan basah disandang Ditjen pajak

yang tugasnya mengolah dana masyarakat

yang masuk ke negara lewat retribusi pajak.

Tidak heran jika terungkap adanya oknum

Ditjen Pajak yang menggelapkan uang milik

rakyat, seperti yang mencuat dalam kasus

Gayus Tambunan.


Lalu bagaimanakah

sebenarnya oknum pegawai pajak 'menilep'

uang rakyat itu? Berikut ini adalah informasi

yang diberikan oleh Ketua DPP PKS Mahfudz

Siddiq bagaimana akhirnya uang pajak mengalir

ke orang-orang yang tidak berhak.


Pada

awalnya nilai pajak dimark-up 200 persen dari

perhitungan wajib pajak. Solusi yg ditawarkan

pejabat atau petugas adalah negosiasi agar

wajib pajak hanya bayar setengahnya (

misalnya Rp 1 miliar dari 2 miliar). Namun, yang

disetorkan ke negara hanya 50 persen (Rp 500

juta). Sisanya dibagi-bagi dengan rincian

sebagai berikut, 30 persen (Rp 300 juta) untuk

pejabat atau petugas, 10 persen (Rp 100 jt)

untuk biaya operasional, dan 10 persen (Rp 10

juta) sebagai insentif bagi wajib pajak. Bagi

yang tidak mau mengikuti cara semacam ini,

wajib pajak bisa mengajukan banding ke

pengadilan pajak. Tetapi wajib pajak harus

menjalani persidangan dengan hakim yang

umumnya pensiunan pejabat pajak. "90 Persen

kasusnya kalah, dan diputuskan harus bayar

senilai awal 200 persen (Rp 2 miliar)," kata

Mahfudz kepada detikcom , Selasa (30 /3 /

2010) , yang mengaku mendapatkan informasi

ini dari seorang pengusaha yang mewakili

asosiasinya.


Sementara ada data dari Ditjen

Pajak menunjukkan hal yang sebaliknya. Pada

2008 ada 6.430 kasus banding dan gugatan di

Pengadilan Pajak. Yang mencengangkan, Ditjen

Pajak selalu kalah pada tingkat banding itu.



Source: detik.com
Note: copas dari hape, hikz..
Labels: edit post
1 Response
  1. Anonymous Says:

    Oknum pejabat kaya gitu kok dipercaya...
    baca dulu eksepsi humala napitupulu, kalo kamu mau tau rincian kasus yang selengkapnya...