Purwokerto Tambah Maju atau Semrawut? |
Sunday, 19 April 2009 | |
Minggu lalu pas long weekend liburan ke Victoria sempat ketemuan teman yang sedang kuliah Master program dan mampir ke tempat tinggalnya beberapa jam. Gak taunya dimana dia tinggal ada teman yang berasal dari Gumelar yang juga sedang menyelesaikan program Master Degree-nya di Univ. of Melbourne, wah tanpa basa basi langsung ngomong ngapak ngapak lah. Beliaunya lebih tahu banyak tentang apa yang terjadi di Purwokerto karena memang bekerja di Kota Satria yang Indah ini. Ngapak ngapaknya ngalor ngidul tapi pas lagi ada temen lain yang gak ngerti basa Indonesia atau ngapak langsung deh beringgrwish ria. Tapi disini intinya bukan Melbourne atau program S2 yang sedang diambil teman teman saya. Melainkan perkembangan kota Purwokerto yang tambah semrawut ujar teman saya ini. Dari perbincangan dengan teman dengan ngapak ngapak di Melbourne ini pasti lah membicarakan tentang kota Purwokerto. Purwokerto tambah ramai, buat sebagian kalangan menyenangkan karena banyak ramai dan 'maju'. Bertambahnya ruko ruko dan bangunan bangunan bisnis yang memang berita baik karena segi ekonomi otomatis juga meningkat, dan perdagangan juga tambah ramai. Bisa dilihat dari bertambah banyaknya pedagan kaki lima di hampir semua sudut di Purwokerto kata teman saya. "Wah Wan, siki Purwokerto tambah rame neng pedagan kaki lima. Neng ndi ora ana baen." Trus saya bilang:" Ya apik, tambah rame lan tambah sumringah sirkulasi ekonomine." Iya bener, tapi dadi tambah semrawut ujar teman saya. Tata kota yang seharusnya sudah indah dan rapi, tapi berhubung hampir di semua trotar banyak kaki lima jadi serasa di pasar dimana mana. Teman saya menceritakan betapa semrawut dan susah diaturnya pengusaha dagang kecil di sekitar RS Margono yang mana seharusnya pasien membutuhkan ketenangan malah serasa di terminal. Malah beberapa masuk ke kamar pasien dan menawarkan dagangannya ke pasien langsung. Sudah sempat di larang dan ditertibkan, tapi ada saja cara mereka menjajakan ke pasien dengan berpura pura menjadi pengunjung yang membawa makanan untuk yang dikunjungi tapi malah menawarkan dagangan dalam buntelan tas kresek. Hah?! Memang banyak sekali dilema yang dihadapi, pedagang kaki lima adalah cuman salah satu dari jutaan dilema yang ada di nusantara. Disisi lain kita ingin kota kita rapi dan enak untuk jalan jalan dan tidak ingin seperti Jakarta yang sudah ancur dan berantakan dengan kaki lima dan premannya. Kita tidak ingin seperti itu kan, meskipun dengan skala lebih kecil. Tapi disisi lain, kita tidak bisa memberikan solusi buat pedagang-pedagang itu jika mereka ditertibkan. Betul, karena mereka tidak ada pilihan untuk pekerjaan lain mungkin. Atau sebenarnya ada tapi tidak mau bekerja lebih keras lagi? Parahnya lagi, pedagang-pedagang itu kebanyakan berasal dari luar kota dan luar Jawa bahkan! Jadi, kalau kalau kita berfikir pedagang itu merupakan kemajuan ekonomi bagi Purwokerto atau bahkan kesemrawutan buat kota Satria ini?? *goleti.com |