Membaca sebuah berita dari sebuah situs, "partai...................... mewajibkan kadernya untuk ambil S2", langsung saya tersontak kaget dan merasa aneh. Ternyata sebuah gelar S2 masih menjadi sebuah tuntutan agar bisa dibanggakan dan dihargai oleh beberapa pihak. Kalau boleh dibilang, punya gelar S2 itu prestise apalagi lulusan luar negeri.
Teman-teman, tahukah anda bahwa dalam dunia ini ada banyak sekali pekerjaan. Dulu waktu kecil, pasti kalau ditanya ingin menjadi apa? Dokter, pilot, insyinyur. Apakah cita-cita cuma itu, tak adakah pilihan lain? Kenapa tidak petani, guru, chef, fashion designer, atau apa. Karena sempitnya pemikiran orang tua kita, atau bahkan mungkin sempitnya pemikiran kita pula sehingga yang tercermin bahwa yang hebat cuma dokter, insinyur, lulusan S2, dan lain sebagainya.
Sekarang pertanyaan saya, apakah anda masih mempersoalkan masalah gelar dalam kehidupan anda? Kalau jawabannya iya, maka saya katakan mindset anda terlalu sempit. Hanya ingin memberi tahu anda, bahwa orang sukses bahkan kaya raya yang ada di dunia ini tidak mengandalkan gelarnya. Kita ambil contoh yang di dunia dulu ya.
Anda tahu Louis Armstrong, si penyanyi suara berat favorit papa saya, dengan title lagu "what a wonderful world". Beliau adalah budak hitam di masa apartheid (politik warna kulit) hanya bekerja di pertambangan nikel dan pelayan restoran. Karena memiliki bakat menyanyi yang luar biasa, albumnya meledak dan membawanya menjadi orang yang sangat amat kaya.
Lalu, kita beralih ke dunia masak-memasak. Seorang anak yang nakal asal Inggris, keluar dari Newport Grammar School di usia 16 tahun dan memasuki sekolah masak khusus pastry and cake. Dialah Jamie Oliver, masih muda usianya saat ini 35 tahun. Usaha catering yang dirintisnya menjadi favorit artis-artis dunia dalam acara pernikahan mereka, salah satunya pernikahan keponakan Abu Rizal Bakrie waktu itu.
Ok, sekarang beralih ke dalam negeri biar agak seruan dikit ceritanya. Siapa sih yang tidak kenal Farah Quinn, si koki cantik yang memikat hati ibu-ibu. Beliau hanya tamatan D3 Pittsburgh Culinary Institute. Tapi, karena konsentrasi yang ia cintai pada dunia masak begitu loyal, menurut saya dia pantas meraih gelar chef yang hebat dan terkenal di Indonesia.
Nah, kalau yang sekarang saya mau cerita tentang om nyentrik, yang kemana-mana hobinya pakai celana pendek. Siapa lagi kalau bukan Bob Sadino. Waktu saya kuliah dulu, Om bob ini datang ke UI dalam rangka acara enterpreneurship. Gayanya yang sederhana dan kocak, tapi membuat kita berpikir kritis terhadap diri kita sendiri. Pertanyaan yang paling saya ingat adalah "Lo sekolah tinggi-tinggi buat apa?" Lantas kita jawab "Buat cari kerja", jawaban dari om Bob ngena banget rasanya "Kalo buat kerja, mah ngga usah ikutan acara ini. Mau jadi pengusaha tuh ngga perlu sekolah tinggi-tinggi." Jawabannya cukup ekstrim dan bikin penonton kaget. Tapi, so far apa yang dia bilang banyak betulnya juga. Om Bob selalu bangga, bahwa dia bisa melebihi orang-orang tamatan S2 "Lha, yang S2 aja malah jadi karyawan saya." Benar-benar kata-katanya simple tapi ngena di hati. Kekaguman saya juga pada cara beliau mendidik anak-anaknya, tidak memanjakan anak-anaknya dengan kekayaan yang ia punya, malah anak-anaknya disuruh jualan gado-gado. Semuanya ia ceritakan dengan polos, simple dan lucu.
Intinya sih bukan saya memprovokator untuk tidak usah sekolah tinggi-tinggi, hanya saja anda harus memiliki tujuan jika sudah sekolah tinggi-tinggi anda harus menjadi yang terbaik di bidang itu, bukan. Banyak orang yang tidak menyadari setelah lulus S1, S2, S3 nanti mau jadi apa, kerja dimana, gaji yang sesuai standar saya berapa dan lain sebagainya. Ketika kita menyenangi suatu pekerjaan, pastinya akan terasa gembira dan ingin dekat dengan pekerjaan itu bukan. Buat anda yang tidak memiliki gelar, tidak usah berkecil hati. Karena banyak orang-orang di dunia ini bisa dihormati dan disegani tanpa memiliki gelar. Buat seluruh warga negara Indonesia, saya pingin teriak bahwa orang yang berhasil bukan yang punya banyak gelar, tapi orang yang mampu sukses di bidangnya dan mampu menyukseskan orang-orang di sekitarnya. Kalau anda bos, anda menyukseskan karyawan anda, kalau anda karyawan anda menyukseskan keluarga, minimal menyukseskan diri sendiri. Berpikir positif, bahwa hidupku indah dan bahagia.
*artikel ini ditulis oleh mbak Nurul Septiani (Yokohama).
Tweet