Elvan Dany Sutrisno : detikNews detikcom - Jakarta,
Predikat lahan basah disandang Ditjen pajak
yang tugasnya mengolah dana masyarakat
yang masuk ke negara lewat retribusi pajak.
Tidak heran jika terungkap adanya oknum
Ditjen Pajak yang menggelapkan uang milik
rakyat, seperti yang mencuat dalam kasus
Gayus Tambunan.
Lalu bagaimanakah
sebenarnya oknum pegawai pajak 'menilep'
uang rakyat itu? Berikut ini adalah informasi
yang diberikan oleh Ketua DPP PKS Mahfudz
Siddiq bagaimana akhirnya uang pajak mengalir
ke orang-orang yang tidak berhak.
Pada
awalnya nilai pajak dimark-up 200 persen dari
perhitungan wajib pajak. Solusi yg ditawarkan
pejabat atau petugas adalah negosiasi agar
wajib pajak hanya bayar setengahnya (
misalnya Rp 1 miliar dari 2 miliar). Namun, yang
disetorkan ke negara hanya 50 persen (Rp 500
juta). Sisanya dibagi-bagi dengan rincian
sebagai berikut, 30 persen (Rp 300 juta) untuk
pejabat atau petugas, 10 persen (Rp 100 jt)
untuk biaya operasional, dan 10 persen (Rp 10
juta) sebagai insentif bagi wajib pajak. Bagi
yang tidak mau mengikuti cara semacam ini,
wajib pajak bisa mengajukan banding ke
pengadilan pajak. Tetapi wajib pajak harus
menjalani persidangan dengan hakim yang
umumnya pensiunan pejabat pajak. "90 Persen
kasusnya kalah, dan diputuskan harus bayar
senilai awal 200 persen (Rp 2 miliar)," kata
Mahfudz kepada detikcom , Selasa (30 /3 /
2010) , yang mengaku mendapatkan informasi
ini dari seorang pengusaha yang mewakili
asosiasinya.
Sementara ada data dari Ditjen
Pajak menunjukkan hal yang sebaliknya. Pada
2008 ada 6.430 kasus banding dan gugatan di
Pengadilan Pajak. Yang mencengangkan, Ditjen
Pajak selalu kalah pada tingkat banding itu.
Source: detik.com
Note: copas dari hape, hikz..